Jumat, 28 November 2008

Potret Adinda


Potret Adinda

Ku basahi muka tuk memupus dosa-dosa yang menggelayut memupus pancaran cahaya ke tenangan. Ya Rab putihkan lah wajahku ini dengan bias cahaya-Mu pada hari engkau putihkan wajah-wajah kekasihmu. Sepertiga akhir malam itu, setelah bersujud kusampaikan do’a-do’a suci kehadirat maha kuasa. Di butir do’aku kupinta aku dan Ibu selamat dunia akhirat dan tak lupa kupinta kepada yang maha kuasa semoga almarhum ayahku ada dalam rahmat dan ridla-Nya. Diakhir do’a kurangkum seluruh kaum muslimin bisa bahagia mendapat surga.

Mentari pagi menebarkan cahayanya keseluruh buana warna kemilau emasnya menambah keindahan suasana, padi yang menguning bagai latar make up kecantikan dunia yang sedang berdandan di pagi hari. Pohon kelapa dipematang sawah bagai pita sanggul gadis desa yang membuat indah menawan. Cicitan burung bagai alunan musik nan indah di dengar. Setelah sarapan pagi kugendong tas mungil yang berisi planing kegiatan acara perpisahan. Aku ucapkan salam kepada Ibu sambil pamit tuk berangkat ke sekolah melanjutkan kumpulan bersama teman-teman yang kemarin tertunda. Ku langkahkan kedua kaki menyusuri jalan sempit yang tak jarang ku temui genangan-genangan air yang berwarna coklat bekas hujan kemarin siang. Setelah mimpi malam tadi, batinku selalu bertanya-tanya tuk mencoba menakwil mimpi yang aku alami semalam. Aku yakin bahwa dialah yang kutemui di mimpi itu. Dialah yang membuat semangatku naik tuk melawan arus sungai yang menyelamatkanku dan akhirnya bisa kembali.

Kususuri langkah demi langkah, hingga sampailah aku di Madrasah Aliyah (MA) 1 Tasik. ”Rid di ruang mana kita rapatnya..?” tanya Johan teman sekelasku yang menjadi seksi acara dalam kepanitiaan perpisahan tahun ini.

“di tiga IPA “ jawabku singkat,

”Rid ...katanya kamu mau ke Mesir ya..?”

”kata siapa Han..? ,

”Info Rid”

“Dari mana...?”

“Nanti juga kamu tahu”.

“Tapi aku belum pernah berbicara tentang ini. Lagian belum tentu lulus juga...”

“Ratna, teman kita anak tiga IPA itu, semalam mimpi-in kamu, katanya kamu mau nerusin studi ke Mesir.”

“Ratna...? ke Mesir...?” Hatiku menebak-nebak dua nama tersebut sambil menerawang membayangkan impian semalam. “Ada Ratna dan ada Mesir?, kok sama, aku pun memimpikannya, tapi dalam mimpiku, aku terjatuh ke sungai yang deras, dan ketika aku berteriak namun tak ada seorangpun yang menolongku, hingga datang seorang gadis yang berteriak supaya aku berpegang terhadap tambang yang mengurai dari sebuah jembatan”, memori-ku kembali bangkit.

“kok ngelamun Rid...?”

“ehh...enggak ...nggak apa apa...” aku terhentak, namun dengan secepat kilat aku berusaha menyembunyikan lamunaku seraya menyapa “Han mau kemana sekarang...?”

“Nunggu Danu yang belum datang”.

“Oh ya, saya duluan”

“Assalamualikium“

“Waalikumsalam” jawabku.

Musyawarah untuk membahas perpisahan pun dimulai. Tiba-tiba... “Hai Farid ..mau ke Mesir ya..?” ucap teman-teman akhwat yang sudah berkumpul di ruangan 3 IPA. “Ah ujian juga belum tentu lulus, kalian ngelantur aja”, jawabku sambil coba menggerakan kedua bibirku tuk tersenyum.

Setelah seluruh permasalahan usai dibahas, ku tutup pertemuan ini seraya berujar “Teman-teman kita akhiri perkumpulan hari ini, kita tutup dengan bacaan hamdalah” serentak dengan khidmatnya teman-temanku berdzikir memujinya. “Silahkan mungkin mau pada pulang” sambungku menutup pembicaraan.

Ku baca-baca lagi berberapa kesepakatan tadi yang masih tertulis dalam kertas-kertas yang belum dibukukan. Kuedarkan pandanganku ke seluruh ruangan, akhirnya tatapanku terhenti pada sosok akhwat yang masih sibuk menggoyang-goyangkan penanya.

“Rat... belum pulang ?’’.

“Ya kak, lagi nyalin yang tadi.” jawabnya yang menjabat sekretaris.

Aneh, aku selalu merasa senang bila bertemu Ratna, hatiku tak bisa memungkiri dialah yang menghadiri mimpi ku tadi malam. Ku paksakan tuk bertanya kembali “Ratna kalau lulus mau kemana ?’’ tanyaku mencairkan suasana.

“Enggak tahu Kak!, kalau kak Farid ke mana?”

“Enggak tahu juga, lagian ujian juga belum tentu lulus.”

“Ah kak Farid kan selalu juara kelas dan rajin belajar, jadi besar ke mungkinan lulus” pujinya. Kalimat pujian Ratna tadi bagai dentingan musik yang membuat asaku menereawang menembus langit-langit dan hinggap di bintang suroya.

“Kak sudah selesai, yuk kita pulang” ajaknya. “Oh silahkan duluan aku ingin bertemu dulu dengan pak kepala untuk menyampaikan hasil rapat tadi” jawabku, “Rat bisa nggak tulisan yang tadi Ratna tulis saya pinjam dulu untuk di laporkan ke pak kepala” pintaku. “Oh... silahkan,” Ratna menyodorkan buku double polio sambil melemparkan senyum keramahanya yang membuat hatiku berdebar nggak karuan. “Assalamualikum” ucapnya sambil membalikan tubuhnya kearah pintu.

“Wa alikum salam” jawabku sambil kutatap hingga sososok yang kuimpikan itu lenyap dari pandanganku terhalang dididing yang membatasi antar ruangan di sekolahku.

Astagfirullah, sudah jam 11.00, Aku terbangunkan dari lamunan oleh deringan alarm di HP.

Aku tidak merasa bosan melihat tulisan Ratna yang indah dan mudah di baca, yang memuat data tentang planning acara perpisahan. Di buku itu tertulis sebuah biodata yang ditempeli lukisan wajah Ratna. Tertulis pula kalimat pendek tapi sarat dengan makna. “ Pesan : Hidup itu tidak selalu mudah tetapi selalu mungkin.”

Kesan : Selama ini aku tidak bisa bohong dengan hatiku tentang...semua hal yang Aku alami.

Cita-Cita : Ustadzah dan menjadi Ibu Rumah tangga yang baik.”

Hari demi hari ku lalui, tinggal sehari rapat perpisahan setelah ku baca-baca semua kesepakatan yang telah di buat, Senin malam benar-benar terasa lama bagi diriku. Ku membayangkan betapa indah bertemu dengan seseorang yang selalu hadir dalam relung hatiku. Masih ku tatap raut wajah Ratna yang tersenyum dalam photo, ku raih pena dan ku ukir sebuah kalimat dalam secarik kertas dan ku selip di buku yang ku pinjam Terima kasih, bolehkah aku hadir di sisimu.

Ku datang paling awal ke sekolah sebelum rapat, ku serahkan buku tersebut ke pada pemiliknya.

Untaian rantai detik dialalui. Kini tibalah perpisahan kelas tiga MA Tasik 1, semua orang tua murid kelas tiga hadir dalam undangan sekolah. Setelah beradu tangis dengan guru dan adik kelas dan tentunya dengan teman satu kelas. Anak–anak kelas tiga pun pulang bersama orang tuanya. Hanya akulah yang belum pulang, tiba-tiba aku dikagetkan oleh sebuah suara, “Kak Farid, Ratna Minta maaf karena selama ini Ratna sering melakukan kesalahan”.

“Ratna aku juga sangat minta maaf”. “Kak ini” Ratna tidak mampu mengeluarkan untaian suara dari mulutnya hanyalah suara isakan dan secarik kertas yang aku terima. “Assalamualkum”. Ratna Pulang mendahuluiku berpamitan pulang. “Waalikum salam” Ku buka kertas tadi dan ku baca Kak seandainya Kakak betul mengharapkan aku, Bapak dan Mamahku sudah menunggu, datanglah ke Rumah.

By : Kang Bahra

0 komentar:

Template by - Abdul Munir | Daya Earth Blogger Template