Kamis, 18 Desember 2008

Aku dan UU



Kian lama sang waktu itu terbang mengepak sayap, tanpa kusadari waktu ujian kini tinggal dalam hitungan hari, seakan dia berlari mengejar dan menghampiriku. Oleh karena itu, les Matematika, bahasa Indonesia, IPA dan IPS yang diadakan di sekolah mulai pukul dua sampai pukul empat sore selalu kuhadiri, karena aku takut tidak lulus UAN nanti, yang akan membuat malu diriku sendiri dan Mama yang menjadi dosen di sebuah universitas terkenal di Bandung.

***

Dreet…dret…dret suara bel berdering dari kantor yang menjadi tanda bahwa proses belajar sudah selesai di laksakan setelah di persilahkan oleh gurunya anak-anak berhamburan dari tiap kelas dengan kegirangan karena mereka akan melepas kejenuhan setelah dari pagi mengikuti pelajaran di kelas, ku tenteng tas dan menuju tempat menuggu angkot untuk pulang dulu sebelum les jam dua nanti. Memang aku setiap hari sebelum les pulang dulu ke rumah karena jarak dari sekolah ke rumah tidak terlalu jauh, cukup naik angkot satu kali saja dan berhenti persis di gerbang rumahku hanya sekedar ganti pakaian dan makan siang.

Ketika makan siang bersama Mama yang kebetulan tidak masuk kampus untuk mengajar, Karena dia tidak punya jadwal hari ini.

“Sayang! mandi dulu, ya! supaya lebih segar dan tidak bau keringat, nanti pakai baju yang baru mamah beli kemarin.“

“Ya, Ma” jawabku singkat.

Aku pun mandi dan mengganti pakaian dengan pakaian santai yang dibelikan Mama, tidak lagi menggunakan seragam sekolah.

Rok mini berwana coklat dan t-shirt warna ping. Itulah baju dan rok yang baru saja dibelikan Mama,

“Supaya gak ketinggalan zaman dan gak ribet,” ujarnya memberikan komentar terhadap gaun istimewa pilihannya. Aku pun menurutinya karena itu semua keinginan Mamaku tercinta.

***

Sampai di kelas aku menjadi orang yang di perhatikan pak Usep, guru IPA dan dia sering mendekatiku, Aku pun merasa aneh kok pak Usep beraninya menjewel pipiku. Ketika teman–temanku sudah pulang, Aku disuruh menghadap pak Usep dulu di kantor karena ada suatu hal yang harus aku pelajari dan Ia berjanji akan mengantarku pulang.

Setiba di rumah kira–kira pukul lima lebih lima belas menit, seperti biasa kulemparkan tas ke atas tempat tidurku. Setelah makan malam, aku belajar seorang diri karena Mamaku ada pekerjaan yang katanya harus segera di selesaikan.

Setelah beberapa saat aku mempelajari materi yang diajarkan guruku. Ku susun buku–buku yang baru saja di baca, kumatikan lampu belajar yang setia menemaniku, ku ganti dengan lampu tidur yang redup, ku raih bantal guling mungil berwarna putih. Aku pun berbaring tapi tapi kantuk pun tidak kunjung menghampiri. Akupun berkali-kali memjamkankan bibir mata mngayam bulu mata supaya saling berkait yang satu dengan yang lain, tapi tetap kantuk pun tak kunjung datang. Lamunanku menjemput kembali membawaku terbang ke sore tadi. Aku masih ingat permainan aneh yang di praktekkan pak Usep yang katanya hasil belajar dari VCD dan peraktek dari pelajaran IPA. Aku pun keluar menuju kamar mama yang tertutup. Ku dorong gagang pintu dengan pelan, ku peroleh Mamaku sedang ngobrol di ujung telepon genggamnya tidak tahu dengan siapa dia berbicara yang jelas aku mendengar kata–kata yang keluar dari mulut Mamaku.

“Iya jeng walau jumlah kita sedikit kita harus bisa mempertahankan pendapat kita. Jangan ragu kita kan didukung media massa, yang selalu memihak kita. Oh! mereka demo biarin saja walaupun mereka demo dua juta orang, tapi kan media massa tidak memuat mereka. Lagian kita di bayar, ha… ha… ha…” Mamaku tertawa terbahak.

“Pokoknya kamu harus hadir acara seminar besok, kamu kan biasa manggung dan shooting. Mungkin kalo baju saja banyak aturan dari mana penghasilan Lho, ha.. ha… ha… lagian ngapain mereka mikirin pakaian kita, kalo kuat imannya mungkin tak akan ke goda ha… ha… ha…. Makasih ya besok kita ketemu, ingat acaranya di GARDEN HOTEL lantai empat. Met malam…. dahhh.” Ditutupnya telpon genggam yang Mama pegang. Akhirnya mama melirikan kepala kearah pintu tempatku nguping “Halo sayang, ko belum tidur?” Sapa Mamaku mencairkan suasana yang seakan mati tersihir obrolan Mama.

”Nggak ngantuk, "

" kok Mama lama banget nelponya.”

“Maaf sayang, pasti ingin dongeng, kan? ayo masuk!” Ujar Mama.

Aku pun masuk dan menyusupkan wajahku kepangkuan Mama.

“Tunggu sebentar Honey, Mama mau ngetik dulu, Mama janji hanya sepuluh menit.” Sambil mengecup dahiku.

“Asal jangan lama.” Tukasku manja.

Kulihat jari lentik mamaku memijit deretan tombol hurup di keyboard. Mamaku cantik ujar hatiku, tapi aku juga cantik kata pak Usep ketika aku di kantornya.

Ku hampiri Mamaku yang masih sibuk dengan pekerjaanya. Karena Aku sudah tidak sabar ingin menanyakan sesuatu yang terus menggoda ketenanganku.

“Ko lama banget, Tiara sepi.”

“Sabar sayang.”

“Mama, Tiara mau nanya sama Mama, bolehkan?”

“Boleh! tunggu lima menit lagi sayang.” Ucapnya.

“Sayang, duduk dulu sini ya, Mama mau menyelesaikan makalah, sebentar lagi ko, besok Mama mau seminar di Hotel mewah. Tiara mau ikut nggak sama Mama?” Memang Mamaku seorang dosen yang juga banyak mengisi seminar–seminar di tempat luar kampus. Bahkan, aku pun sering dibawanya. Aku merasa senang karena banyak snack enak yang dapat ku cicipi. Walaupun aku tidak faham apa yang dibicarakan orang–orang dewasa itu.

Aku pun melihat laptop yang sedang nyala di hadapan Mama, ku lihat deretan hurup yang terus–menerus ditambahi oleh Mama. Aku mencoba membaca hurup yang paling atas dan ukurannya pun lebih besar daripada hurup-hurup di bawahnya. EMANSIPASI DAN KETIDAKLOGISAN DIBERLAKUKAN UNDANG-UNDANG ANTIPORNOGRAFI. Otak kecilku tidak mampu mencerna kalimat tersebut dan Aku pun tidak bertanya maksudnya kepada Mama. Karena Mama kelihatan sedang serius. Yang akan aku tanyakan sebenarnya bukan dongeng terbaru yang akan diberikan Mama, bukan juga menanyakan deretan hurup yang sedang Mama tulis. Hatiku hanya mau menanyakan permainan aneh yang di lakukan pak Usep di kantor tadi, sampai sekarang masih terasa perih di antara dua pahaku. Kejadian itu terjadi semenjak aku memakai gaun yang serba pendek pilihan Mama. Tidak sempat ku tanyakan pada Mamaku karena kepalaku sudah mulai bersandar pada kursi, tapi masih ku tangkap beberapa kata yang keluar dari Mulut Mamaku.

“Sayang ngantuk yah. Tunggu bentar, kan mau nanya sesuatu pada Mama. Mama mau mematikan dulu laptop.”

***

Tanpa disengaja Aku terbangun ketika Mamaku menidurkanku di atas ranjangnya, sepontan mulutku berkata.

“Mama-mama! Tiara mau nanya.”

“Nanya apa sayang? Tiara kan udah ngantuk.” Ucap Mama sambil mengecup dahiku penuh kasih sayang.

“Nggak Ma!. Tiara penasaran banget.”

“Apa itu sayang?” Mama mulai serius dan beliau biasa kalau diriku ada yang menyakiti sudah barang tentu dia membelaku.

“Tiara di sekolah.”

“Apa ada teman yang jahat sama Tiara?”

“Bukan Ma.”

“Terus Apa Sayang?”

“Pak Usep.”

“Kenapa pak Usep? Minta iuran SPP?”

“Bukan itu Ma, tadi waktu les Tiara make pakaian yang baru dibeli Mama.”

“Iya! Mama tahu. Gima menurut pak Usep? Tiara cantik, kan.?

“Ya! Malah Tiara dipanggil ke kantornya.”

“Terus. Gimana, tiara dihukum?”

“Bukan, malah Tiara diberi permainan yang kata Pak Usep permainan orang dewasa.” Terus kulihat ada sesuatu yang berubah dari mimik Mamaku.

“Anehnya Ma, Tiara masih merasa sakit sampai sekarang. Pak Usep bilang “jangan bilang siapa-sipa”.

Setelah mendengar ceritaku Mama menangis dan berkata dalam tangisnya. ”Maafkan Mama Tiara, semua salah Mama,"

Selanjutnya Mama mengambil telepon genggamnya dan ngobrol tidak tahu dengan siapa, tapi yang ku dengar.

“Maaf… saya tidak bisa mengisi seminar besok… dan selamanya… tidak akan menyuarakan… yang seperti biasa kita suarakan… dan sampaikan kepada perusahaan luar negri itu bahwa, aku tidak mau lagi mengikuti suruhannya… walau berapapun bayaranya…” Setelah menutup teleponnya, Mama mendekapku, air matanya terus mengalir dari sudut matanya ditamabah isakan suara taubat.

''Begitulah Bib Cerita dosenku tentang peristiwa temanaya" ucap Ridho mengahiri ceritanya.

" Iya Aku juga sadar Dho akan akibat dari terbukanya aurat bagi seorang wanita" Habib mengomentari ceriita Ridho.

"Tugas kita sekarang belajar yang baik, peka social dan mengusahakan protes bila terjadi hal yang kan berakibat patal bagi negri kita'' Ridho memberikan sebuah pendapat kepada temanya Habib.

" Ayo Dho dosen dah masuk''

''Oh ya mari kita masuk"

By : Kang Bahra

0 komentar:

Template by - Abdul Munir | Daya Earth Blogger Template